Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan,
dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya. (QS Al-Mu'minun, 23: 61)
Kata sifat kamil dalam bahasa Arab berarti sempurna, murni, dan
lengkap. “Iman yang sempurna” (kamil iman) yang dibahas buku ini mewakili
tingkat tertinggi kedewasaan dan kedalaman iman yang dapat dicapai
seseorang. Namun, bagaimana iman seorang
mukmin tumbuh matang dan menjadi sempurna?
“Beriman kepada Allah” adalah
meresapi bahwa Allah Ialah Pencipta dan Pemilik tunggal segala sesuatu dan
bahwa Dia satu-satunya Pengadil. Itulah
kepasrahan seseorang kepada Allah pada setiap saat kehidupannya; itulah
menyadari bahwa manusia membutuhkanNya, bahwa Allah kaya tanpa membutuhkan, dan
bahwa Dia menciptakan semua makhluk menurut suatu takdir tertentu.
“Kepasrahan kepada Allah” menjadi
mungkin hanya lewat memiliki ketakutan besar kepada Allah, terikat erat
kepadaNya dan mencintaiNya melebihi apa pun atau siapa pun. Orang yang memasrah diri kepada Allah, dalam
pengertian yang sesungguhnya, mengangkat hanya Allah sebagai sahabat
karibnya. Sepanjang hidup ia mengetahui
bahwa tiap kejadian yang ditemuinya terjadi atas kehendak Allah dan bahwa di
balik setiap kejadian itu, ada maksud-maksud ilahiah tertentu. Karena alasan ini, tidak pernah ia
menyeleweng dari sikap pasrahnya dan selalu ia tetap taat dan bersyukur kepada
Allah.
Di sini tampak ciri khas iman yang sempurna. Mereka yang tidak memeluk keimanan sepenuh
hati memuja Allah tepat di “tepi terpinggir”, sementara orang-orang beriman
sempurna mengambil Qur'an sebagai panduan penting bagi diri di setiap saat
kehidupan. Sementara mereka yang tidak
tulus menuntut syarat-syarat tertentu demi menjaga keimanan, mereka yang
beriman sempurna sungguh-sungguh tanpa syarat dalam ketaatannya. Kelompok pertama tetap mengabdi pada agama
dan berpura-pura memperlihatkan nilai-nilai yang dipuji oleh Qur'an sepanjang
mereka merasakan nikmat-nikmat yang dianugerahkan kepada mereka dan semua
berjalan sesuai dengan keinginan mereka.
Namun, kapan saja kehilangan nikmat atau musibah menimpa, mereka segera
berpaling dari atau menunjukkan ketidaktaatan pada agama. Akan tetapi, orang yang beriman sempurna
menunjukkan tekad yang tak tergoyahkan pada iman dan kesetiaan mereka. Daya pendorong dasar di balik tekad ini
adalah “iman yang terjaga” mereka. “Iman
yang terjaga” adalah pengakuan sebenar-benarnya keberadaan Allah dan hari
kemudian dengan kearifan, hati dan nurani.
Mukmin yang memiliki sifat bawaan ini dilukiskan dalam Qur'an sebagai “mereka yang beriman kepada Kitab
(Al-Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS Al-Baqarah, 2: 4)
Iman yang sempurna mewujud diri melalui
terus-menerus memperhatikan nurani seseorang.
Nurani adalah sifat kejiwaan yang membangkitkan sikap baik dan pikiran
terpuji, dan membantu manusia berpikir lurus dan membedakan yang benar dari
yang salah. Seorang yang beriman
sempurna menyimak suara nuraninya dalam keadaan apa pun. Kecenderungan sedemikian memastikan akhlak
dan sikap yang sejalan dengan Qur'an.
Nabi Muhammad SAW menunjukkan pentingnya nurani dengan cara berikut:
Seorang
laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW:
Apakah iman itu? Beliau
menjawab: Ketika perbuatan baik menjadi
sumber kebahagiaan bagimu dan perbuatan jahat menjadi sumber kejijikan bagimu,
maka engkau mukmin. Laki-laki itu lalu
menanyai Rasulullah SAW: Apakah dosa
itu? Untuk mana beliau menjawab: Ketika sesuatu mengganggu nuranimu,
hentikanlah. (Ahmad)
Dari pilihan-pilihan yang dihadapinya, mukmin
memilih sikap dengan mana, ia berharap, Allah akan rida. Ia tidak pernah menyerah kepada hawa
nafsunya. Kesulitan-kesulitan yang dihadapinya
selagi menunjukkan sikap mulia ini tidak membuatnya merasa kecewa. Ia tidak mengorbankan sikap yang paling patut
karena dikuasai oleh keinginan sesaat dan hasrat nafsunya.
Sebuah contoh dari kehidupan sehari-hari akan
membuat jelas hal ini. Mari kita
beranggapan bahwa sebuah pabrik besar sedang terbakar. Dikepung oleh musibah seperti itu, si pemilik
pabrik dihadapkan kepada banyak pilihan.
Ia bisa, misalnya, tinggal di dalam dan, dengan menggerakkan para
pekerjanya, berjuang memadamkan api.
Jalan lain adalah meninggalkan gedung dan menyelamatkan diri sendiri
tanpa memberitahu para pekerjanya. Atau,
ia bisa melakukan segalanya untuk menyelamatkan semua pekerja sambil memanggil
dinas pemadam kebakaran.
Semua pilihan ini akan tampak beralasan dari
sudut pandang yang berbeda-beda. Akan
tetapi, nurani membimbing orang ini ke pilihan yang akan paling menyenangkan
Allah. Iman yang sempurna adalah iman
seseorang yang tanpa syarat menganggap bahwa sikap yang paling mulia adalah
sikap yang dipandu oleh nuraninya, tanpa merasakan penyesalan atau kekecewaan
sekecil apa pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar