Diceritakan
bahwa pada suatu ketika Al-Imam Muhammad Al-Baqir mendengar berita
tentang perzinaan. Seketika itu juga wajah beliau berubah menjadi pucat
dan bibir bergetar yang disertai titikan air mata. Lalu perlahan beliau
berkata :"mereka adalah umat nabi Muhammad SAW".
Padahal
beliau tidaklah mengenal orang yang telah berzina itu akan tetapi yang
beliau sadari adalah bahwa yang terjatuh dalam zina tersebut adalah
umat Nabi Muhammad SAW. Maka beliau pun menyesal dan menangisi hal itu.
Apa yang telah dilakukan oleh Al-Imam Muhammad Al-Baqir adalah
penerapan dari makna Hadits Nabi SAW "tidak sempurna iman seseorang
dari kamu sehingga enggkau mencintai saudaramu seperti mencintai untuk
dirimu sendiri".
Jika kita melihat kesalahan itu terjadi pada saudara kita hendaklah
kita melihat mereka dengan mata kasih dan disertai dengan do'a-do'a
demi kebaikanya. Sebab jika bukan karena perlindungan Allah pada kita
maka kesalahan itupun bisa saja terjadi pada diri kita.
Akan tetapi disaat kita melihat seseorang terjerumus dalam kemaksiatan
justru kesombongan kitalah yang muncul. Lalu terlalu cepat kita
menilai mereka dengan mata picik dan merendahkannya. Hal ini
dikarenakan pandangan kita yang picik memandang bahwa kita lebih baik
daripada orang lain. Dan banyak dari kita tidak menyadari hal bahwa
hal itu adalah merupakan sebuah kesombongan tersembunyi.
Sungguh makna ketulusan akan menghantarkan seseorang untuk semakin baik
kepada sesama, merindukan yang lainya agar mendapatkan kebaikan seperti
yang telah ia peroleh.
Artinya ada kemulyaan dan kehinaan yang tersembunyi di balik cara
pandang kita. Dan akan sangatlah berbeda cara pandang orang yang
senantiasa merindukan orang lain agar senantiasa dekat kepada Allah SWT
dengan pandangan orang yang meredahkan orang lain dan hanya melihat
dirinyalah orang yang paling mulia dan benar.
Sebagai contoh, ketika kita melihat saudara kita mabuk-mabukan. Apa
kira-kira yang ada di hati kita saat itu? Akankah hati kita terenyuh,
menangis kemudian memohon kepada Allah agar mengangkat saudara kita
dari kehinaan dan mengampuni dosa-dosanya. Atau justru malah
sebaliknya, kita melihat mereka dengan mata picik, meremehkan dan
menghinakan mereka. Itu adalah dua cara pandang yang berbeda yang
bersumber dari hati yang berbeda. Yang membedakan adalah "cinta" dan
"kesombongan".
Menata hati agar senantiasa sadar akan kekurangan dirinya akan meredam
luapan semangat untuk memperhatikan cela orang lain dengan mata
meremehkan. Dan hal itu akan menjadikan dirinya amat berhati-hati dalam
melihat cela orang lain. Sebab semua kesalahan yang terjadi pada orang
lain bisa saja terjadi pada dirinya sendiri.
Yang ada adalah melihat kesalahan yang dilakukan orang lain dengan
kecemburuan kasih, penyesalan yang dalam dan cinta serta rindu untuk
membawanya kepada kesadaran dan taubat. Lebih dari itu kesadaran
makna ini akan menghantarkan seseorang "jauh dari menggunjing" orang
lain. Dan sungguh tidak ada gunjingan di suarakan kecuali disaat
hilangnya rasa kasih dan cinta. Dan kesadaran inilah titik yang sering
terlupakan untuk membangun sebuah bangsa dan negara.
Begitu sebaliknya, hati yang dipenuhi sampah kesombongan akan selalu
membuka mata seseorang agar senantiasa melihat cela orang lain dengan
merendahkannya dan lupa akan kekurangan dirinya sendiri. Alangkah
mudahnya menggunjing orang lain bagi orang yang seperti ini.
Bersama itu juga, akan hilang rasa kasih-sayang dan saling mencitai
sebagai pertanda dari sebuah makna keimanan. Disinilah awal bencana.
Selanjutnya akan sangat mudah terjadi kedholiman, kerakusan dan ketidak
pedulian kepada sesama. Dan disaat itu, amatlah sulit dibangun suatu
masyarakat , bangsa dan negeri yang aman, tentram dan damai.
Wallahu a'lam bishshowab.
Sumber : http://www.buyayahya.org/artikel-dakwah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar