Kalam Habib Segaf bin Muhammad bin Umar as-Segaf
Syahdan, Pada suatu kamis pagi, Al-Qutub Habib Segaf bin Muhammad
bin Umar as-Segaf, memberikan dars ilmiah bertema bakti kepada kedua
orang tua di majlis taklimnya, di kubah Habib Abdullah bin Ali as-Segaf
yang di simak bejibun orang.Ia membuka darsnya dengan memberikan tahdir (peringatan) kepada hadirin, “Hati-hati. Jangan pernah mendurhakai kedua orang tua. Sebab amarah mereka memantik azab Allah SWT yang kontan, tidak ditunda. Jika mau, kutunjukkan kepada kalian orang-orang yang dulunya durhaka kepada orang tua agar kalian tahu bagaimana kenaasan kini selalu menggelayuti mereka.” Habib Segaf mengulang ancamannya ini berkali-kali dengan amat serius. Beliau terus melanjutkan, “Barangsiapa menghendaki kebahagiaan di dunia dan akhirat, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya. Sungguh, aku telah merasakannya.” Kemudian beliau menyebut sejumlah nama dari orang-orang yang dikenal berbakti kepada orang tua disertai kisah bahagianya, berkat orang tua tentunya.
“Setiap perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap kedua orang tuanya, kelak akan dibalas oleh anak-anaknya. Demi Allah, aku telah menyaksikan semua itu dengan jelas.” Jelas Habib Segaf.
HAKIKAT BIRRUL WALIDAIN
“Meminta yang berlebihan kepada kedua orang tua termasuk durhaka.” lanjut beliau. “Bakti dalam hati lebih utama dari bakti dengan tingkah laku. Maksudnya, rasa bakti dan hormat kepada orang tua harus terus bersemayam di hati, sedang lisan dan tubuh sekadar pelaksana. Dalam keyakinanku, bakti yang hakiki adalah menempatkan orang tua diatas diri kita sendiri, bahkan anak-anak kita. Hatta seumpama kita disuruh memilih, siapa yang sebaiknya meninggal, anak atau orang tua kita, Maka, meninggalnya anak kita lebih kita harap daripada meninggalnya orang tua kita. Nah inilah birrul walidain yang sejati.
Jangan sangsi, kebahagiaan abadi bakal diraih dengan bakti kepada orang tua. Mereka, para pemilik mata batin menyaksikan sendiri bukti shahihnya.
Coba perhatikan firman Allah SWT berikut ini,
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Lukman;14)
Di ayat ini Allah SWT memakai redaksi (wa) yang berarti “dan” sebagai konjungsi, bukan (tsumma) yang berarti “kemudian”. Maksudnya kurang lebih-wallahu a’lam, syukur kepada Allah SWT tidaklah cukup bila tidak beriring dengan syukur kepada kedua orang tua. Sebab mereka berdua berperan sebagai sebab wujudnya kita.
Barangsiapa menelaahi al-Qur’an dan mencermati kandungan ayat-ayatnya dengan seksama, ia akan yakin bahwa bakti kepada kedua orang tua adalah sumber segala kebajikan dan merupakan amal yang paling utama. Dalam risalah qusairiyah diceritakan, dahulu ada seorang lelaki yang suka berbuat nista. Hari-harinya selalu diisi dengan maksiat. Suatu hari ia sakit parah. Merasa ajalnya dekat, ia berwasiat kepada ibundanya. “Wahai ibuku, jika aku mati, jangan beritahu siapapun perihal kematianku, sebab semua orang sudah pasti bakal mencelaku. Aku mohon juga, injakkan kaki ibu di salah satu telingaku, lalu berujarlah, “ini balasan orang bejat yang suka bermaksiat.” Lalu bayarlah beberapa orang untuk memandikan, mengkafani lalu menguburkanku. Jika aku sudah di dalam kubur, berdirilah di kuburanku dan berserulah tiga kali, “Wahai tuhanku, sesungguhnya aku meridhai anakku ini. maka, ridhailah dia!”
Ketika si anak meninggal, sang ibu melaksanakan semua wasiatnya. Terakhir, ia berdiri di atas pusara buah hatinya dan menyerukan kalimat yang telah dipesankan seraya menengadahkan tangan. Tak dinyana, baru saja sang ibu selesai munajat, ia mendengar kumandang suara dari langit. “Aku ridha kepada anakmu”
Aku ketengahkan kisah ini kembali sebagai teladan bagi kalian yang mengharapkan kebahagiaan akhirat. Soalnya, kini kebanyakan dari kita sudah lupa akan nilai birrul walidain. Padahal, kebanyakan musibah dan bencana yang menimpa kita saat ini adalah akibat perbuatan durhaka kepada ibu-bapak. Ya, saat ini uququl walidain merajalela. Jadinya, orang-orang masa kini tak mendapatkan keberkahan, baik di dunia maupun akhirat.
Durhaka kepada kedua orang tua tergolong dosa besar. Tak ada amal yang bisa menebusnya, kecuali tobat yang benar-benar tulus. Maka, kuperingatkan diriku sendiri secara khusus, serta semua orang, agar berusaha sekuat tenaga berbakti kepada orang tua selagi masih ada, kedua-duanya atau salah satunya. Sebab tak lama lagi mereka akan meninggalkan kita. Mari manfaatkan kesempatan yang ada untuk berbakti, agar kita beruntung di dunia dan akhirat.
Di ayat ini Allah SWT memakai redaksi (wa) yang berarti “dan” sebagai konjungsi, bukan (tsumma) yang berarti “kemudian”. Maksudnya kurang lebih-wallahu a’lam, syukur kepada Allah SWT tidaklah cukup bila tidak beriring dengan syukur kepada kedua orang tua. Sebab mereka berdua berperan sebagai sebab wujudnya kita.
Barangsiapa menelaahi al-Qur’an dan mencermati kandungan ayat-ayatnya dengan seksama, ia akan yakin bahwa bakti kepada kedua orang tua adalah sumber segala kebajikan dan merupakan amal yang paling utama. Dalam risalah qusairiyah diceritakan, dahulu ada seorang lelaki yang suka berbuat nista. Hari-harinya selalu diisi dengan maksiat. Suatu hari ia sakit parah. Merasa ajalnya dekat, ia berwasiat kepada ibundanya. “Wahai ibuku, jika aku mati, jangan beritahu siapapun perihal kematianku, sebab semua orang sudah pasti bakal mencelaku. Aku mohon juga, injakkan kaki ibu di salah satu telingaku, lalu berujarlah, “ini balasan orang bejat yang suka bermaksiat.” Lalu bayarlah beberapa orang untuk memandikan, mengkafani lalu menguburkanku. Jika aku sudah di dalam kubur, berdirilah di kuburanku dan berserulah tiga kali, “Wahai tuhanku, sesungguhnya aku meridhai anakku ini. maka, ridhailah dia!”
Ketika si anak meninggal, sang ibu melaksanakan semua wasiatnya. Terakhir, ia berdiri di atas pusara buah hatinya dan menyerukan kalimat yang telah dipesankan seraya menengadahkan tangan. Tak dinyana, baru saja sang ibu selesai munajat, ia mendengar kumandang suara dari langit. “Aku ridha kepada anakmu”
Aku ketengahkan kisah ini kembali sebagai teladan bagi kalian yang mengharapkan kebahagiaan akhirat. Soalnya, kini kebanyakan dari kita sudah lupa akan nilai birrul walidain. Padahal, kebanyakan musibah dan bencana yang menimpa kita saat ini adalah akibat perbuatan durhaka kepada ibu-bapak. Ya, saat ini uququl walidain merajalela. Jadinya, orang-orang masa kini tak mendapatkan keberkahan, baik di dunia maupun akhirat.
Durhaka kepada kedua orang tua tergolong dosa besar. Tak ada amal yang bisa menebusnya, kecuali tobat yang benar-benar tulus. Maka, kuperingatkan diriku sendiri secara khusus, serta semua orang, agar berusaha sekuat tenaga berbakti kepada orang tua selagi masih ada, kedua-duanya atau salah satunya. Sebab tak lama lagi mereka akan meninggalkan kita. Mari manfaatkan kesempatan yang ada untuk berbakti, agar kita beruntung di dunia dan akhirat.
HARTA ATAU IBU!
Suatu kali, aku berjalan mengiringi guruku, Habib Hamid bin Umar. Pada kesempatan itu, beliau membicarakan ihwal birrul walidain dengan panjang lebar. Kemudian beliau berkisah mengenai dua lelaki bersaudara dengan ibu mereka yang memiliki harta lumayan melimpah. Mereka berunding, kira-kira sang ibu yang kini menua akan tinggal bersama siapa. Salah satu dari mereka usul, “Begini saja. Ibu tinggal bersamamu. Sedang seluruh harta kubawa, atau sebaliknya. Mana yang kau pilih?” lelaki satunya dengan lugas menjawab, “Kamu bawa saja ibu. Sedang harta itu bersamaku.” Saudaranya menjawab, “Baiklah, terimakasih”
Usai sekian lama, lelaki yang membawa harta benda mengalami kebangkrutan hingga jatuh miskin, sedang lelaki yang merawat ibunya lambat laun menjadi kaya raya hingga mampu membeli seluruh harta ibunya yang diambil saudaranya. “Lihat, kini ibu beserta harta bersamaku. Sedang kamu, tak beribu dan tak berharta.” Selorohnya. Lihat dan camkan betapa agungnya berkah birrul walidain.
Bila kalian merasa durhaka kepada orang tua, sementara mereka telah meninggal dunia, kalian bisa menebusnya dengan menyambung tali kekerabatan mereka atau menganjangsanai sahabat-sahabat mereka. Bisa juga dengan bersedekah yang pahalanya diperuntukkan mereka, banyak-banyak beristighfar untuk mereka, dan menyesali perbuatan durhaka kalian dulu. Mudah-mudahan dengan semua itu kalian bisa dimaafkan oleh Allah SWT hingga dimasukkan dalam golongan orang-orang yang berbakti kepada orang tua.
Ayahandaku pernah berwasiat, “Anak-anakku. Yang kuberikan kepada kalian hanyalah niat yang baik. Aku tak pernah memukul atau menghardik kalian. Yang ditakdirkan baik, biarlah jadi baik. Tak pernah aku memerintahkan kalian, sekalipun untuk menuangkan air. Sebab aku takut dan iba, barangkali kalian akan enggan hingga bisa dinilai durhaka karenanya.”
Lihatlah bentuk rahmat dan kasih sayang para salaf kepada anak-anak mereka. Perhatikan, bagaimana tarbiyah mereka memupuk pekerti anak-anak agar benih-benih durhaka tidak bersemi di hati mereka sejak dini. Baginda Rasul SAW bersabda, “Allah SWT merahmati seorang ayah yang membantu putranya berbakti.” Dari hadis ini kita bisa menarik simpul kesadaran, bahwa perlu pula bagi orang tua untuk menjaga sikap dan mendidik anak-anak agar mereka tidak durhaka. Toh durhaka itu akan berimbas pada dirinya sendiri.” Siapa menanam, dia menuai.
Sumber : http://www.forsansalaf.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar