Islam non-Mainstream
H As’ad Said Ali
Taksonomi Gerakan
Pada bagian ini saya akan menyampaikan taksonomi
gerakan-gerakan Islam non-mainstream. Hal ini penting karena ketika masa
reformasi muncul, salah satu kekuatan sosial yang tidak terduga adalah
menjamurnya gerakan Islam baru di Indonesia. Gerakan-gerakan ini tumbuh di luar
mainstream gerakan Islam Indonesia, seperti Muhammadiyah, NU dan sejenisnya.
Kemunculannya cukup mencengangkan karena model gerakannya relatif mampu menarik
minat sebagian kalangan Islam di Indonesia.
Secara umum dan tentatif, tumbuhnya gerakan-gerakan baru
non-mainstream ini mengambil dua bentuk. Pertama, gerakan non-salafi yang
mengikatkan diri dengan semangat mewujudkan doktrin secara kaffah dalam arti
literal. Kedua, gerakan salafi yang berusaha mewujudkan cita-cita sosial
politik Islam yang berbeda dengan formulasi gerakan Islam mainstream. Dua
gerakan ini tumbuh secara bersamaan dan saling bersinggungan, baik dengan
sesama gerakan non-mainstream maupun dengan gerakan mainstream.
Bentuk gerakan politik kelompok non-mainstream dapat
dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu jihadis, reformis, dan rejeksionis.
Jihadis adalah bentuk aksi politik berupa tindakan kekerasan atas nama jihad.
Reformis adalah bentuk aksi politik berupa tekanan terhadap pemerintah tanpa
melakukan kekerasan yang akan mengganggu stabilitas nasional dan menuntut
hak-hak sektarian. Rejeksionis adalah bentuk aksi politik berupa penolakan
terhadap sistem demokrasi dan melakukan tekanan-tekanan terhadap berbagai
kebijakan. Selanjutnya akan diuraikan bagaimana gerakan politik
kelompok-kelompok non-mainstream dalam praktek, bagaimana bentuknya, dan
bagaimana strategi dan langkah-langkahnya.
Gerakan-gerakan Islam baru non-mainstream dalam kelompok
Non-Salafi adalah: Darul Arqam, Jama’ah Tabligh, Ihwanul Muslimin, Isa Bugis,
IJABI (Ikatan Jamaah Ahlu al Bait Indonesia), FPI (Front Pembela Islam), DI
(Darul Islam), Hizbut Tahrir, dan lain-lain. Sedangkan yang masuk dalam
kelompok Salafi adalah: MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), Laskar Jihad, Jamaah
Islamiyah, dan group-group Informal seperti Abdul Hakim Haddad, Yazid Jawz,
Husein As-Sewed dan lain-lain; sementara yang masuk kelompok-kelompok
Pengajian, diantaranya: Daurah, Halaqah, dan lain-lain.
Dibawah ini saya uraikan taksonomi gerakan
kelompok-kelompok tersebut. Namun karena tidak mungkin menguraikan semuanya,
maka hanya beberapa saja yang saya kemukakan pada kesempatan ini, yaitu
kelompok-kelompok gerakan Islam baru yang paling menonjol saja.
Non-Salafi
1. Ihwanul Muslimin
1. Ihwanul Muslimin
Gagasan Ikhwanul Muslimin (Ikhwan/IM) sudah lama
diperkenalkan oleh sejumlah kalangan akademisi di Indonesia, namun gerakan
Ikhwan baru mulai tumbuh sejak awal dekade 1990-an. Embrionya adalah munculnya
kelompok Fikrah Harakah. Kelompok yang sudah berdiri sejak 1986 ini, menjelang
dekade 1990-an mulai aktif menggodok kemungkinan pengembangan gerakan ikhwan di
Indonesia. Tokoh penting pada fase awal ini adalah sejumlah mantan aktivis
Darul Islam (DI).
Meskipun belum menggunakan nama Ikhwanul Muslimin (IM),
substansi ajaran ikhwan telah disebarkan melalui kampus-kampus. Pilihan ini
bukanlah hal yang unik, sebab IM di Mesir juga mendasarkan basis massa gerakan
di kalangan akademisi. Untuk Indonesia, format yang digunakan adalah membentuk
kelompok Usroh. Eksperimen ini cukup berhasil. Terbukti dengan dikuasainya
lembaga dakwah kampus oleh kelompok Usroh, setelah sebelumnya didominasi oleh
aktivis HMI, PMII dan PII.
Di samping kalangan akademisi, rekrutmen kader lainnya
adalah pelajar-pelajar Indonesia yang belajar di Arab Saudi dan Mesir. Terutama
yang berguru kepada tokoh-tokoh Ikhwan di kedua negara tersebut. Mereka
bisa berasal dari LIPIA/LPBA, ataupun langsung belajar di Timur Tengah. Mereka
yang belajar ke Timur Tengah ini umumnya menduduki posisi penting dalam jamaah
ikhwan di Indonesia.
Setelah basis massa kalangan akademisi tergarap dan mulai
aktifnya kader lulusan Timur Tengah, gerakan Ikhwan kemudian dikembangkan
dengan beragam jalur. Secara umum ada dua jalur yang kini sudah kokoh yaitu:
a. Jalur
Tarbiyah/Jamaah.
Jalur ini berkonsentrasi dalam mempersiapkan kader pada
level grassroot yang nantinya akan menjadi basis massa yang paling solid. Cara
yang digunakan adalah membentuk halaqoh-halaqoh dengan menggunakan sistem sel.
Materi pengajian yang dikembangkan dalam halaqoh seperti panduan pembinaan
kader Islam dan dakwah, manajemen aktivitas tarbiyah dan seterusnya.
Materi-materi tersebut dikemas dalam Manhaj Tarbiyah Islamiah.
b. Jalur Siyasah/
Kepartaian.
Jalur ini digunakan sebagai salah satu aktualisasi kader
dalam dunia politik. Gagasan-gagasan yang telah dimatangkan dalam jalur jamaah
diterjemahkan dalam lapangan politik kepartaian. Karena itulah partai dianggap
sebagai kelanjutan dari strategi dakwah.
Dua jalur tersebut dikendalikan oleh Maktab Riqobah Al
Ammah (MRA) MRA mempunyai stuktur lain yang menopangnya seperti Mas’ul Maktab
Tanfidzi, Aminul Aam, Amin Maktab, dan seterusnya. MRA juga mengendalikan
sebuah institusi semacam “polit biro” jalur siyasah/kepartaian. Mekanisme yang
digunakan adalah adanya struktur Majelis Dewan Syuro yang mempunyai kekuasaan
tertinggi dalam partai. Seluruh anggota MRA adalah anggota Majelis Dewan Syuro.
Hanya sedikit sekali anggota Mejelis Dewan Syuro yang bukan anggota MRA.
Dalam pandangan MRA, kesempurnaan kader tidak hanya diukur
dari kualifikasi spiritual, sebagaimana doktrin dasar ikhwan. Lebih dari itu,
kesempurnaan kader harus teraktualisasi dalam kehidupan nyata. Dalam konteks
inilah tarbiyah siyasah/kepartaian, hanyalah salah satu elemen aktualisasi
dakwah. Aktualisasi lainnya sangat beragam. Secara lebih detail, aktualisasi
dakwah gerakan ikhwan di Indonesia, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Tarbiyah umum/halaqoh.
a. Tarbiyah umum/halaqoh.
Rekrutmen umum kader untuk pemula. Dari sini kader
disalurkan dalam beragam tarbiyah yang sudah tersedia.
a.
Tarbiyah siyasah/kepartaian.
Diaktualisasikan dalam partai. Dikendalikan langsung oleh MRA
b.
Tarbiyah amaliah/dalam bidang
bisnis. Diaktualisaikan dalam beragam jenis usaha. Data base jenis usaha/produk
dalam naungan jaringan ikhwan dikenal dengan nama green leaft.
c.
Tarbiyah dalam bidang profesional.
Dalam jalur ini kegiatan dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil di
kantor-kantor, umumnya perkantoran swasta,namun tidak sedikit pula di kantor
pemerintahan. Sasaran ofensifnya adalah kegiatan keagamaan di kantor, dan untuk
ini mereka sering untuk berusaha “menguasai” kepengurusan atau kegiatan masjid
di perkantoran tersebut.
d.
Tarbiyah asykariah/paramiliter.
Jalur ini ini sudah lama dirintis yaitu sejak tahun1996. Argumen utamanya
adalah pentingnya menyiapkan sayap militer di lingkungan jamaah. Dalam bentuk
yang lebih sederhana, pendekatan ini sudah diterapkan dalam metode liqo, yaitu
pada tahap mukhayyam di mana para kader harus mengikuti latihan fisik dan
latihan bela diri. Karena bagian dari liqo, maka secara otomatis
mukhayyam diselenggarakan oleh seluruh jajaran jamaah, seperti DPD dan
Deppera.
Adapun tarbiyah asykariah, adalah jalur khusus yang akan
mengembleng kader dalam latihan para militer. Pelatihan tarbiyah asykariah
umumnya dilakukan ditempat-tempat tertentu yang relatif tertutup, seperti
Gunung Salak, Gunung Pangrango, Gunung Puntan (Bandung Selatan) dan sebagainya.
Di luar aktivitas tarbiyah asykariah (latihan
paramiliter), terdapat suatu kelompok khusus yang menerjemahkan gagasan jihad
fisik gerakan ikhwan. Jalur ini sebenarnya merupakan jalur tertutup dalam
struktur Ikhwan Indonesia. Aktivitas utama mereka sekarang ini diantaranya
adalah menjadi instruktur untuk pelatihan tarbiyah asykariah
(paramiliter)
Kelompok ini dalam banyak hal mirip dengan kelompok serupa
yang ada di Mesir, (kelompok Uzaimin, sayap jihad ikhwan Mesir) ataupun
Palestina (barikade Izzudin Al Qassam, sayap militer Hammas). (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar