Soal:
Rasanya tidak
lengkap jika seseorang yang berziarah tidak membawa air bunga ke kuburan. Ini
adalah kebiasaan yang sudah merata di seluruh masyarakat. Orang-orang yang
melakukan ziarah kubur membawa air bunga yang akan diletakkan pada pusara.
Bagaimanakah hukumnya dan apakah manfaatnya?
Para ulama mengatakan
bahwa hukumnya menyiram air bunga atau harum-haruman di atas kuburan adalah
sunnah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam karangan
beliau Nihayah al-Zain:
"Disunnahkan untuk menyirami kuburan
dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai tafa'ulan (pengharapan)
dengan dinginnya tempat tidur. Dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan
sedikit air mawar. Karena malaikat itu senang pada aroma Yang harum semerbak.
" (Nihayah al- Zain,145)
Pendapat ini
berdasarkan Hadits Nabi SAW:
'Umar ia berkata, "Suatu ketika Nabi
SAW melewati sebuah kebun di Makkah atau di Madinah. Lalu Nabi SAW mendengar
suara dua orang yang sedang disiksa di kuburnya. Nabi SAW bersabda kepada para
sahabat, "Kedua orang (yang ada di kubur ini) sedang disiksa. Keduanya
disiksa bukan karena telah melakukan dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak
memakai penutup ketika kencing. Sedang yang lainnya lagi disiksa karena sering
mengadu domba ". Rasul kemudian menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah
kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing
kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, "Kenapa melakukan hal ini ya
Rasul?" Rasul SAW menjawab, "Semoga Allah SWT meringankan siksa kedua
orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering." (Shahih al-Bukhari [1273])
Hadits di atas
diperkuat oleh Hadits yang lain:
Diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad dari
ayahnya bahwa Rasulullah SAW menyiram kuburan putera beliau Ibrahim dan beliau meletakkan
kerikil di atas kuburan tersebut". HR. Imam Syafi'i RA."( Nail al-Awthar, juz IV, hal 84)
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka memberi harum-haruman di kuburan itu dibenarkan.
Termasuk pula menyiram air bunga di atas kuburan.
Sumber : Fiqh Tradisioanalis (KH. Muhyiddin Abdusshomad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar